Albert Bandura Biography (1925- )

By Kendra Cherry, About.com Guide

"People with high assurance in their capabilities approach difficult tasks as challenges to be mastered rather than as threats to be avoided."
--Albert Bandura


Best Known For:

·       Bobo Doll Studies

·         Observational Learning

·         Social Learning Theory

·         Self-efficacy

Timeline of Events:

·         Albert Bandura was born December 4, 1925.

·         1949 – Graduated from the University of British Columbia with a degree in Psychology.

·         1952 – Received his Ph.D. in Clinical Psychology from the University of Iowa.

·         1953 – Began teaching at Stanford University.

·         1974 – Served as President of the APA.

·         1980 – Received the APA’s Award for Distinguished Scientific Contributions.

·         2004 - Outstanding Lifetime Contribution to Psychology, American Psychological Association.

Early Life:

Albert Bandura was born in a small Canadian town located approximately 50 miles from Edmonton. The last of six children, Bandura's early education consisted of one small school with only two teachers. According to Bandura, because of this limited access to educational resources, "The students had to take charge of their own education" (Stokes, 1986).

Bandura realized that while "the content of most textbooks is perishable...the tools of self-directedness serve one well over time" (Stokes, 1986). These early experiences may have contributed to Bandura's later emphasis on the importance of personal agency.

Albert Bandura soon became fascinated by psychology after enrolling at the University of British Columbia. After graduating in just three years, Bandura went on to graduate school at the University of Iowa. While the program took an interest in social learning theory, Bandura felt that it was too focused on behaviorist explanations.

Career:

After earning his Ph.D., he was offered a position at Stanford University. Bandura accepted the offer (even though it meant resigning from another position he had already accepted) and has continued to work at Stanford to this day. It was during his studies on adolescent aggression that Bandura became increasing interested in vicarious learning, modeling and imitation.

Theory:

Albert Bandura's social learning theory stressed the importance of observational learning, imitation and modeling. "Learning would be exceedingly laborious, not to mention hazardous, if people had to rely solely on the effects of their own actions to inform them what to do,” Bandura explained (Bandura, 1977). His theory integrates a continuous interaction between behaviors, cognitions and the environment.

His most famous experiment was the 1961 "Bobo Doll" study. In the experiment, he made a film in which a woman was shown beating up a bobo doll and shouting aggressive words. The film was then shown to a group of children. Afterwards, the children were allowed to play in a room that held a bobo doll. The children immediately began to beat the doll, imitating the actions and words of the woman in the film.

The study was significant because it departed from behaviorism’s insistence that all behavior is directed by reinforcement or rewards. The children received no encouragement or incentives to beat up the doll; they were simply imitating the behavior they had observed. Bandura termed this phenomena observational learning and characterized the elements of effective observational learning as attention, retention, reciprocation, and motivation.

 
PEMBELAJARAN AGAMA DENGAN METODE CONTEXTUAL              TEACHING AND LEARNING

Sering kali para guru agama mengeluhkan kurangnya jam agama dalam menyelesaikan materi kurikulum yang ditentukan. Yang terjadi kemudian adalah pembelajaran agama berusaha untuk menyuguhkan materi pembelajaran agar tuntas materinya sehingga tampak suguhan kognitif jauh lebih banyak mewarnai KBM agama. Mereka kemudian menginginkan penambahan jam pembelajaran agar lebih leluasa menyampaikan materi.

Sebenarnya seberapa banyak pun jam pembelajaran agama ditambah tidak akan menyelesaikan persoalan yang ada jika tidak dilakukan revitalisasi pembelajaran agama. Pembelajaran agama memerlukan suatu terobosan pendekatan pembelajaran yang efektif. Pembelajaran yang mempu menumbuhkan kebermaknaan dan menyenangkan. Bukan yang selama ini dilekatkan atribut pada pembelajaran agama : menjenuhkan dan tidak inovatif.

Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan sebuah sistem belajar yang didasarkan pada filosofi bahwa seorang pembelajara, peserta didik, akan mau dan mampu menyerap materi pelajaran jika mereka dapat menangkap makna dari pelajaran tersebut. Dalam buku Contextual Teaching and Learning: Menjadikan Kegiatan Belajar Mengajar Mengasyikkan dan Bermakna karya Elaine B. Jhonson yang diterjemahkan oleh Ibnu Setiawan, disebutkan bahwa CTL adalah sebuah sistem yang merangsang otak untuk menyusun pola-pola yang mewujudkan makna. CTL adalah suatu sistem pelajaran yang cocok dengan otak yang menghasilkan makna dengan menghubungkan muatan akademik dengan konteks dari kehidupan sehari-hari siswa. (2006: 58)

Para guru agama perlu memahami filosofi CTL ini dan menerapkannya dalam KBM di kelas agar agama tidak menjadi pelajaran menghafal dan dogmatis tanpa bersentuhan dengan konteks kehidupan siswa dan kebermaknaannya. Dalam pelajaran agama, anak memperoleh pengetahuan bahwa Allah SWT mewajibkan hamba-hamba-Nya untuk menjadikan kehidupannya sebagai ibadah kepada Allah SWT. Inilah tujuan penciptaan kehadiran manusia di dunia. Apakah tujuan ini dimaknai secara benar oleh siswa? Atau sekadar menghafal ayat bahwa hal itu ditemui dalam Al Quran Surat Adzariyat : 56?.

Para guru agama dalam penerapan CTL diharuskan menghadirkan konteks pembelajaran, bukan sekadar isi pelajaran. Isi pelajaran merupakan sesuatu yang akan diperlajari berupa pengetahuan yang hampir tanpa batas dan semua guru agama mengetahui akan hal ini. Isi agar bermakna harus dipelajari dalam konteks. Adapun konteks dalam pemahaman CTL meliputi :
1. Lingkungan yaitu dunia luar yang dikomunikasikan melalui pancaindera
2. Kejadian-kejadian atau peristiwa yang terjadi di suatu tempat dan waktu
3. Asumsi-asumsi bawah sadar yang diserap selama siswa tumbuh, dari keyakinan yang dipegang kuat siswa yang diperoleh melalui nilai-nilai yang diterimanya

    Yockie Marlan
    Mahasiswa pasca Sarjana UHAMKA 2010

    November 2010

    Author

    Write something about yourself. No need to be fancy, just an overview.

    Archives

    November 2010

    Categories

    All
    Metode Pembelajaran
    Psikologi

    RSS Feed